Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Anak Hasil Di Luar Nikah? Bagaimana Status Nasab Dan Hak Warisnya?


Anak Hasil di Luar Nikah? Bagaimana Status Nasab dan Hak Warisnya?. Sering kali ditemui disekitar kita atau sekedar mendengar isu di aneka macam isu ditelevisi dan lainnya, wacana seorang perempuan yang hamil di luar nikah. Hal ini sanggup disebabkan dari banyak hal, salah satunya lantaran kurangnya kontrol orang tua, kurangnya pendidikan agama, dan lain sebagainya.

(si pria) Ada yang pribadi bertanggung jawab dengan cara menikahi wanitanya, ada juga yang tidak sama sekali malah kabur entah kemana. Hal ini tentu akan menunjukkan efek jelek terhadap perempuan dan anak yang sedang dikandungnya, baik secara aturan syariat islam atau aturan negara.

Yang menjadi persoalan dan perlu dipertanyakan ialah bagaimana status nasab dan hak waris si anak nanti dikala beliau lahir? Yuk kita intip klarifikasi dari pada ulama / tokoh Jam'iyah Nahdlatul Ulama berikut ini.

Jawaban
Setiap anak yang lahir mempunyai hak untuk dilindungi secara aturan dengan status yang jelas, anak ini sanggup meraih hak-hak lainnya sebagai warga negara yang sama di depan hukum.

Adapun perihal status perwalian, nasab, nafkah, dan hak waris anak di luar nikah, para ulama berbeda pendapat. Masalah ini juga diangkat dalam lembaga Munas Alim Ulama NU di Lombok pada final tahun 2017.

Peserta Munas Alim Ulama NU di Lombok 2017 mengartikan anak di luar nikah sebagai anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan di luar ikatan perkawinan yang sah berdasarkan aturan dan agama.

Peserta Munas Alim Ulama NU mengikuti tafshil dalam rumusan aturan fikih mengenai persoalan ini. Pertama, jikalau perempuan yang hamil itu dinikahi secara syar’i yakni dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syarat dan rukunnya, maka berlaku aturan nasab, wali, waris, dan nafkah.

Kedua, jikalau perempuan yang hamil itu tidak dinikahi secara syar’i, maka ada tafsil (rinci):

  1. Jika anak (janin) tersebut lahir pada dikala ibunya belum dinikahi siapapun, maka anak itu bernasab kepada ibunya saja;
  2. jika anak tersebut lahir sehabis ibunya dinikahi baik oleh ayah biologisnya atau orang lain, di sini ada tafsil: (a) jikalau (janin) lahir lebih dari 6 bulan (dari janji nikah), maka nasab anak itu jatuh kepada suami ibunya. Tetapi (b) jikalau lahir kurang dari 6 bulan (akad nikah), maka anak itu tidak sanggup bernasab kepada suami ibunya.

Mereka mengutip salah satunya keterangan Al-Mawardi yang mengangkat perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih sebagai berikut:

فَأَمَّا إِنْ كَانَتِ الزَّانِيَةُ خَلِيَّةً وَلَيْسَتْ فِرَاشًا لِأَحَدٍ يَلْحَقُهَا وَلَدُهَا، فَمَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ أَنَّ الْوَلَدَ لَا يَلْحَقُ بِالزَّانِي وَإِنِ ادَّعَاهُ، وَقَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ: يَلْحَقُهُ الْوَلَدُ إِذَا ادَّعَاهُ بَعْدَ قِيَامِ الْبَيِّنَةِ، وَبِهِ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ، وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ النَّخَعِيُّ: يَلْحَقُهُ الْوَلَدُ إِذَا ادَّعَاهُ بَعْدَ الْحَدِّ وَيَلْحَقُهُ إِذَا مَلَكَ الْمَوْطُوءَةَ وَإِنْ لَمْ يَدِّعِهِ، وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ: إِنْ تَزَوَّجَهَا قَبْلَ وَضْعِهَا وَلَوْ بِيَوْمٍ لَحِقَ بِهِ الْوَلَدُ، وَإِنْ لَمْ يَتَزَوَّجْهَا لَمْ يَلْحَقْ بِهِ

Artinya, "Jika perempuan itu kosong, yakni tidak menikah sampai  persalinan, maka anak itu dinisbahkan kepadanya. Menurut Madzhab Syafi’i, anak itu tidak dinisbahkan kepada lelaki yang berzlna meskipun ia mengakuinya. Menurut Al-Hasan Al-Bashari, hal itu dimungkinkan jikalau lelaki tersebut mengakuinya disertai bukti. Pendapat ini digunakan oleh Ibnu Sirin dan Ibnu Rahawaih. Ibrahim An-Nakha’i mengatakan, anak itu dinisbahkan kepada seorang lelaki bila ia mengakuinya sehabis hukuman had dan anak itu dinisbahkan kepada seorang lelaki bila ia mempunyai budak perempuan meskipun ia tak mengakui bayi itu sebagai anaknya. Imam Hanafi mengatakan, anak itu dinisbahkan kepada seorang lelaki yang menikahi ibunya meskipun sehari sebelum persalinan. Tetapi jikalau lelaki itu tidak menikahi ibunya, maka anak itu tidak sanggup dinisbahkan kepadanya".

(Lihat Abul Hasan Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1994 M/1414 H], cetakan pertama, juz VIII, halaman 162).

Lalu bagaimana pandangan NU terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persoalan ini?

Sebagaimana diketahui bahwa MK memutuskan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang sanggup dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain berdasarkan aturan mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”

Peserta Munas NU 2017 memandang bahwa putusan MK tidak sepenuhnya bertentangan dengan rumusan aturan fikih.

Demikian biar sanggup menambah wawasan anda. Amin...

Referensi: www.nu.or.id
Share on Google Plus

About syahna aksesoris

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar